Rezeki Suamiku Berlimpah Setelah Aku Tak Lagi Kerja, Tak Disangka Ini Rahasianya
Asgar News - Sering kali menjalani hidup berumah tangga, permasalahan
ekonomi menjadi ujian berat pasangan suami istri.
Ketika banyak kebutuhan, disertai rasa ingin sama seperti keluarga lain
membuat pasangan suami istri mati-matian mencari rezeki.
Apalagi ketika sang istri terbiasa bekerja, usai menikah diminta sang suami
berhenti dan mencari pekerjaan lebih longgar waktunya.
Istri biasanya akan syok berat. Bahkan tak jarang menjadi pemicu pertengkaran.
Ditambah dikaitkan dengan uang yang dinilai pendapatan semakin berkurang.
Memang betul, secara logika jika gaji istri Rp 5 juta dan suami Rp 5 juta
perbulannya, maka keluarga ini menerima Rp 10 juta setiap bulannya.
Namun fakta sesungguhnya, ketika istri kerja membantu keuangan
keluarga, tetap saja akan kurang.
Tapi, untuk saat ini rasanya tak cukup hanya mengandalkan gaji suami karena itu
banyak istri yang ikut bekerja tanpa henti.
Kebanyakan itu yang jadi alasan istri 'turun gunung' ikut banting tulang.
Tapi apa ia istri ikut bekerja ini harus menjadi solusi satu satunya?
Tapi apakah istri yang ikutan turun tangan mengais rezeki sanggup
menyelesaikan solusi keuangan?
Dilansir Sripoku.com dari Wajib Baca, ketika suami dan istri sama-sama
berpenghasilan, belum tentu menjamin hidup lebih makmur.
Masalah keuangan tetap saja menghantui, lantaran namanya uang makin dapat
banyak juga tetap saja kurang.
Memang secara teoritis sih itu
erkebalikan, karena ada penghasilan tambahan dari istri yang bekerja,
seharusnya kan keuangan semakin makmur?
Terus apa yang salah kalau terus-terusan merasa kurang?
Mungkin asumsi di bawah ini bisa menjadi biang kerok kenapa istri kerja tetap
tak bikin perubahan keuangan keluarga meskipun ikut bekerja.
1. Istri bekerja gaya hidup pun berubah
Secara ditempat kerja istri temen temenya pada bawa smartphone X keluaran
terbaru, tas gemes terbaru dll.
Begitu pula suami, mumpung pendapatan keluarga lebih dari sebelumnya
sekarang bisa deh beli beli barang hobi, alat pancing kek, tongkat golf dan
beberapa hal lain.
Ketika keuangan keluarga masih mengandalkan suami, istri biasanya sangat
piawai mengaturnya. Yang menonjol adalah sikap superselektif saat belanjaan
uang.
Hidup irit dan hemat jadi rumusnya. Tapi enggak saat istri sudah bekerja.
Muncul sifat ‘lebih mampu’ belanja lebih banyak dari biasanya karena di alam
bawah sadar tertanam pikiran ‘punya duit lebih’ dari biasanya.
Ketika pemasukan ada lebihan dan di saat bersamaan pos-pos pembelanjaan
bertambah, sama saja enggak ada perubahan. Inilah yang membuat tambahan
penghasilan dari istri yang bekerja sama sekali tak berasa efeknya.
2. Akhirnya jadi ngutang.
Yang dulunya gaji suami 5 juta cukup malah bisa nabung, kini pendapatan
berdua malah nggak cukup.
Gara-gara temen istri punya smartphone X dan tas merk Gemes.
Lagian kan bulan depan gajian, nggak apa-apa kan ngutang. Akhirnya salah
kaprah kan.
Secara logika memang demikian lalu bagaimana secara agama?
Mungkin tidak ada larangan bagi perempuan bekerja, seperti disebutkan dalam
surat al-Qashash, ayat-23-28.
Dimana disana dikisahkan mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja
menggembala kambing di padang rumput, yang kemudian bertemu dengan
Nabi Musa AS.
Namun beda dulu beda sekarang. Mungkin saat ini jika wanita bekerja diluar
rumah akan lebih banyak mudharatnya.
1. Misal tidak mengenakan pakaian yang menutup aurat
Terkadang ada perusahaan yang tidak membolehkan pekerja wanita memakai
jilbab, dan bawahan panjang.
2. Jadi satu kantor campur baur pria wanita, jadinya berkhalwat.
Sabda Rasulullah Saw “tidak boleh berkhalwat (bersepi-sepian) antara laki-laki
dengan wanita kecuali bersama wanita tadi ada mahram”.
Sebagaimana antara dalil yang menunjukkan keperluan untuk tidak bercampur
dan berasak-asak dengan kumpulan lelaki sewaktu bekerja adalah firman Allah
SWT:
وَلَمَّا وَرَدَ مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan tatkala ia ( Musa a.s) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai
di sana sekumpulan orang (lelaki) yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
mendapati di belakang lelaki-lelaki itu, ada dua orang wanita yang sedang
memegang (ternaknya dengan terasing dari lelaki).
Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. Kedua wanita
itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya” (Al-Qasas: 24).
3. Namanya perempuan cenderung pamer
Entah pamer perhiasan, atau pamer kecantikannya.
Wanita dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di
hadapan para laki-laki, seperti firman Allah SWT :
“Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama”
(QSAl-Ahzaab 33).
4. Kalau sudah berkumpul dan bercanda, memerdukan suaranya.
Para wanita diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para
laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau
memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.
Larangannya tegas dan jelas di dalam Al-Quran;
Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara
atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik` (QS Al-Ahzaab 32).
5. Bisa saja terjadi cinlok, saat kondisi hubungan dengan suami pas ada masalah
meski kecil
Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah
mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ……..”(QS An Nuur 30-
31)
Menahan pandangan saja harus dijaga, apalagi sampai terjadi perselingkuhan.
6. Kewajiban dirumah jadi terbengkalai
Mungkin banyak tugas dirumah adalah tugas suami, namun itu kembali kepada
adat yang berlaku dilingkungan itu.
Dimana bila seorang istri harus menjaga anak anak dan rumah itu kewajibannya.
Berbeda lagi, jika disana perempuan hanya melayani suami dan semua tugas
rumah adalah tugas suami.
Biasanya yang seperti ini suami akan membayar pembantu rumah tangga.
7. Tak boleh jika suami tidak ridho
Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah. Terkadang
seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang
terlupakan.
Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta
wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung.
Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam
mengekang kebebasan wanita.
Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa
kini telah ada pada masa Nabi saw.
Namun para ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat
melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu
membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat
, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya…”
(At-Taubah: 71).
Kesimpulan yang dapat kita ambil secara logika banyak mudarat pun demikian
secara agama.
Maka dari itu kenapa saat istri bekerja rezeki pun tetap tak cukup. Mulai
sekarang jadikan ini semua sebagai bahan perenungan. Tapi istri tetap bisa
membantu dengan pekerjaan dengan waktu longgar.
Semoga bermanfaat.
No comments